Makalah Etnografi


ETNOGRAFI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS
Mata Kuliah: Sosiologi dan Antropologi Dakwah
Dosen Pengampu: Mas’udi, S.Fil.I, MA,




Disusun Oleh:
       1.        M. Achid Azida Ilma  (1740210051)                         

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUKIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS



BAB 1
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Bangsa Indonesia terkenal dengan masyarakat yang memiiki kebudayaan yang beraneka ragam. Pada setiap daerah, masyarakat kita mengembangkan kebudayaan masing-masing. Kebudayaan yang dikembangkan didaerah-daerah disebut dengan kebudayaan local. Kebudayaan umat manusia memiliki tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal. Ketujuh unsur tersebut adalah sistem religi, sisitem kemasyarakatan, sisitem pengetahuan, sistem bahasa, sistem kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi.
Etnografi merupakan suatu kebudayaan suku bangsa. Namun karena didunia ini ada suku-suku bangsa yang kecil yang terdiri dari hanya beberapa ratus penduduk tetapi juga ada suku-suku bangsa yang besar yang terdiri dari berjuta-juta penduduk, maka sebuah etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku bangsa yang besar. Kesatuan kebudayaan suku bangsa disuatu komunitas dari suatu daerah geografi ekologi atau disuatu wilayah administrative tertentu menjadi pokok sebuah etnografi.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari etnografi?
2.      Unsur-unsur kebudayaan apa yang terkandung dalam etnografi?
3.      Apa saja contoh dari kajian etnografi?
4.      Etnogarafi Akulturasi budaya islam terhadap keberagaman masyarakat Kudus dalam diseminasi harmoni ajaran islam Sunan Kudus ?

   C.       Tujuan 
         1.      Untuk mengetahui tentang etnografi
         2.      Untuk memahami unsur-unsur kebudayaan
         3.      Untuk menyajikan contoh kajian mengenai etnografi
       4.     Untuk mengetahui Akulturasi budaya islam terhadap keberagaman masyarakat Kudus dalam diseminasi harmoni ajaran islam Sunan Kudus



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Etnografi
Etnografi berasal dari kata ethnos, yang artinya adalah “sukubangsa” dan graphein, yang berarti “mengukir, menulis, menggambar”. Jadi etnografi adalah tulisan, deskripsi atau penggambaran mengenai suatu sukubangsa tertentu. Suatu sukubangsa tentu terdiri dari manusia-manusia: laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, dewasa dan tua Suatu sukubangsa juga tentu memiliki adat-istiadat atau budaya tertentu. Oleh karena itu, suatu sukubangsa memiliki paling tidak dimensi fisik dan budaya. Oleh karena itu pula, di masa lalu -ketika orang belum mengenal fotografi, sebuah etnografi tentu memuat di dalamnya deskripsi ciri-ciri fisik suatu sukubangsa dan deskripsi adat-istiadat, budaya sukubangsa tersebut.
Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Bidang kajian vang sangat berdekatan dengan etnografi adalah etnologi, yaitu kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok (Richards dkk.,1985).
Etnografi merupakan sejenis kajian lapangan yang berbentuk pemerhatian yang sering digunakan dalam kajian sosiologi dan antropologi dan dirujuk sebagai penyelidikan saintifik semula jadi (field research). Menurut Creswell (2005), etnografi merupakan bentuk kajian yang praktikal untuk mengkaji sesuatu kumpulan seperti pendidikan, kepercayaan, tingkahlaku dan bahasa. Merupakan bentuk kajian kualitatif yang digunakan untuk menerangkan, menganalisa dan meinterpretasi bentuk“culture-sharing” sesuatu kumpulan seperti tingkah laku, kepercayaan.
Secara umum etnografi disebut sebagai menuliskan tentang kelompok masyarakat. Secara khusus hal tersebut juga bermakna  menuliskan tentang kebudayaan sebuah kelompok masyarakat. Disebutkan bahawa seluruh manusia, dan juga beberapa binatang (seperti  orang utan dan gorila) menciptakan, mentransmisikan, membahagi, merubah, menolak, dan menciptakan kembali budaya di dalam sebuah kelompok. Semua peneliti etnografi dimulai, dan diakhiri penelitiannya dengan berfokus pada pola-pola ini, dan sifat-sifat yang ‘dipersamakan’ atau ‘disepakati’ bersama, membentuk sebuah kebudayaan masyarakat. Dokumen yang dihasilkan dari fokus tersebut disebut dengan etnografi.

Tujuan Kajian Etnografi adalah untuk memahami isu yang dikaji dari kaca mata kumpulan atau budaya tersebut, kajian etnografi berusaha untuk menambah pengetahuan mengenai sesuatu budaya atau mengenal pasti corak interaksi sosial dan membangunkan satu penafsiran yang menyeluruh terhadap sesuatu masyarakat atau institusi sosial.
Umumnya jenis kajian ini mensyaratkan seorang peneliti yang berpengalaman, harus dapat membenammkan dirinya dalam budaya mayarakat yang diteliti. Maknanya dia harus  bersosialisasi dirinya sendiri ke dalam budaya tersebut dan cuba menjelaskannya. Menjadi sebahagian budaya yang baharu tersebut dan kadangkala ia menjadi masalah apabila hendak kembali kepada budayanya sendiri.
Definisi etnografi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.      Richards
Etnografi adalah kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu masyarakat atau etnik, misalnya tentang adat istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi dan bahasa. Kajian perbandingan tentang kebudayaan dari berbagai masyarakat atau kelompok.
2.      Koentjaraningrat
Etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa.
Etnografi adalah ilmu tentang unsur-unsur atau masalah-masalah kebudayaan suku bangsa dan masyarakat penduduk suatu daerah diseluruh dunia secara komprehensif dan tujuan mendapat pengertian tentang sejarah dan proses evolusi serta penyebaran kebudayaan didunia.


B.   Hubungan Etnografi dengan Antropologi
Belajar antropologi sebagai sebuah ilmu yang membahas manusia dan kebudayaannya adalah pekerjaan yang panjang dan membutuhkan waktu lama. Disamping luasnya bidang ilmu tersebut, objek kajiannya juga terlalu pelik untuk dipahami jika dibandingkan seperti memahami rumus-rumus dalam ilmu eksata. Adalah perdebatan yang panjang hingga akhirnya melahirkan dua kutub pembahasan mengenai cara-cara memahami ilmu-ilmu eksak dan ilmu-ilmuhumanis. Kedua kutub itu adalah pendekatan kuantitatif yang mewakili ilmu-ilmu eksak dan kualitatif yang merupakan metode yang sejak awal dipakai oleh antropologi untuk menggambarkan suku bangsa tertentu dalam laporan perjalanan dan catatan-catatan masa kolonial.
Penggunaan ilmu eksak atau yang positivistik (harus terukur) dalam penelitian sosial pernah dilanggengkan dimasa A.Comte, Herbert Spenser, E. Durkheim dan para penganut teori evolusi, difusi, serta srukturalisme-fungsionalisme. Dalam Spenser sebagai penganut teori evolusi terkenal dengan penggunaan analogi organiknya dalam memahami masyarakat dankebudayaannya. Menurutnya, organisasi-organisasi sosial dalam suatu masyarakathadir seperti halnya organ-organ yang menunjang kehidupan suatu organisme. Apabila diantara salah satu organ itu sakit, maka organisme itu akan sakit dan bahkan mati. Demikianlah masyarakat dianalogikan dengan organisme itu, bahwa masyarakat tersusun atas organisasi-organisasi sosial yang menunjang eksistensinya. Apabila organisasi-organisasi sosial itu ada yang sakit maka sakit pula masyarakat itu.
Jika suatu nilai atau organisasi sosial dapat bertahan sampai hari ini, berarti nilai tersebut mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki fungsi yang relevan dengankemajuan masyarakat. Namun para teoritis ini menyimpulkan teorinya bahkan tanpa melakukan tinjauan lapangan atau mereka tak pernah melihat secara langsung masyarakat yang dibicarakannya.
Istilah etnografi sebenarnya merupakan istilah antropologi, etnografi merupakan embrio dari antropologi, lahir pada tahap pertama dari perkembangannya sebelum tahun 1800 an. Etnogarafi juga merupakan hasil catatan penjelajah eropa tatkala mencari rempah-rempah ke Indonesia. Koentjaraningrat, 1989:1 : “Mereka mencatat semua fenomena menarik yang dijumpai selama perjalanannya, antara lain berisi tentang adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan cirri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut”.
Etnografi yang akarnya antropologi pada dasarnya merupakan kegiatan peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Etnogarafi adalah pelukisan yang sistematis dan analisis suatu kebudayaan kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.
Dari gambaran tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa antropologi merupakan bagian dari  etnografi.

C.      Hubungan Etnografi dengan Kebudayaan
Kebudayaan adalah apa yang menjadi pandangan pengetahuan masyarakat dalam menafsirkan segala yang berhubungan dengan kehidupannya.
Budaya menurut Baker (dalam Alim, 2007:49) ditinaju dari asal usul kata berarti penciptaan, penertiban, dan pengelolaan niali-nilai insani. Sedangkan menurut Kontjaraniggrat (dalam Alim, 2007:49) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bemasyarakat dan dijadikan milik manusia malalui proses belajar. 
Dalam bukuyang lain Koentjaraningrat (1999:13) mengatakan bahwa kebudayaan adalah segala pikiran dan perilaku manusia yang secara fungsional dan disfungsional ditata dalam masyarakatnya. Pada definisi terakhir Koentjaraningrat secara tidak langsung menggambarkan adanya dua potensi manusia yakni sebagai mahluk rasional sekaligus irasional. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata “fungsional” dan “disfungsional” yang berarti keberfungsian dan ketidakberfungsian.
E.B. Taylor (dalam Syani, 1995:59) melihat kebudayaan sebagai kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai warga masyarakat.
Inilah yang menjadi fokus dari etnografi baru yakni pengetahuan masyarakat yang sedang diteliti. Karena itu Spradley mengatakan seorang etnograf bukanlah guru bagi masyarakat melainkan sebagai murid dari masyarakat yang ditelitinya. Dengan demikian etnografi ini disebut juga etnografi kognitif.
Etnografi dan kebudayaan suatu masyarakat adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, sebab etnografi sendiri adalah ilmu yang menggambarkan kebudayaan itu sendiri.
Malinowski dan R. Brwon menggambarkan kebudayaan sebagaimana tafsiran peneliti, maka etnografi baru menggambarkan masyarakat sebagaimana pengetahuan masyarakat itu sendiri. Etnografi baru dipengaruhi oleh definisi kebudayaan ala Goodenough yang menyatakan bahwa budaya bukanlah suatu fenomena material, melainkan sebuah pengorganisasian dari benda-benda, manusia, perilaku atau emosi.
Kesimpulan uraian di atas bahwa etnografi akan muncul jika ada pengaruh atau terdapat kajian-kajian kebudayaan masyarakat.
D.      Hubungan Etnografi dengan Adat Istiadat
Adat adalah merupakan peraturan hidup sehari-hari. Dalam pribahasa orang Minang, kalau hidup tanpa aturan namanya "tak beradat". Jadi aturan itulah adat, dan adat itulah yang jadi pakaiannya sehari-hari. Karena itu bagi orang Minang; duduk tagak beradat, makan minum beradat, berbicara beradat, berjalan beradat, menguap beradat dan batuk saja pun bagi orang Minang beradat. Aturan-aturan itu biasanya disebutkan dalam bentuk Pepatah-petitih, mamang dan bidal serta pantun.
Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu nagara yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada  situasi sosial ekonomi masyarakat.
Gambaran di atas dapat di simpulkan bahwa adat istiadat merupakan kelengkapan dari etnografi, sebab etnografi pada umumny adalah mencakup keseluruhan bentuk-bentuk suku bangsa serta keunikan-keunikan masyarakat atau aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang disebut adat istiadat.
E.       Kesatuan Sosial dalam Etnografi
Sebuah karangan etnografi adalah suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa. Namun karena di dunia ini ada suku-suku bangsa kecil terdiri dari hanya beberapa ratus penduduk tetapi juga ada suku-suku bangsa besar yang terdiri dari berjuta-juta penduduk, maka seorang ahli antropologi yang mengarang sebuah etnografi sudahtentu tidak dapat mencakup keseluruhan dari suku-suku bangsa yang besar itu dalam deskripsinya.
F.       Kerangka Etnografi
Bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu komunitas dari suatu daerah geografi ekologi, atau di suatu wilayah adminisrtrasi tertentu yang menjadi pokok deskripsi sebuah buku etnografi, biasanya dibagi ke dalam bab-bab tentang unsure-unsur kebudayaan menurut suatu tata-urut yang sudah baku. Susunan tata-urut itu kita sebut sebagai “ Kerangka Etnografi “.
Mengenai tata-urut dari unsur-unsur itu, para ahli antropologi dapat memakai suatu system menurut selera dari perhatian mereka masing-masing. System yang paling lazim dipakai adalah system dari unsure yang paling konkret ke yang paling abstrak. Walaupun demikian, setiap ahli antropologi mempunyai focus perhatian tertentu.
G.      Lokasi, Lingkungan Alam dan Demografi
Dalam menguraikan lokasi atau tempat tinggal dan penyebaran suku-suku bangsa yang menjadi pokok deskripsi etnografi perlu dujelaskan cirri-ciri geografinya. Ada baiknya juga kalau penulis etnografi dapat melukiskan cirri-ciri geologi dan geomorfologi dari daerah lokasi dan penyebaran suku bangsanya, sedangkan suatu hal yang perlu juga adalah keterangan mengenai cirri-ciri flora dan fauna di daerah yang bersangkutan.
H.      Unsur-unsur Kebudayaan
1.      Bahasa
Bab tentang bahasa atau system perlambangan manusia yang lisan maupun yang tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain, dalam sebuah karangan etnografi, memberi deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa, beserta variasi-variasi dari bahasa itu.



2.      Sistem Teknologi
Bab tentang teknologi atau cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari suku bangsadalam karangan etnografi, cukup membatasi diri terhadap teknologi yang tradisional, yaitu teknologi dari peralatan hidupnya yang tidak atau hanya secara terbatas dipengaruhi oleh teknologi yang berasal dari kebudayaan Ero-Amerika atau kebudayaan “Barat”.
Teknologi tradisional mengenai paling sedikit delapan macam system peralatan dan unsure kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian,yaitu :
      a.       Alat-alat produktif
      b.      Senjata
      c.       Wadah
      d.      Alat-alat menyalakan api
      e.       Makanan, minuman, bahan pembangkit gairah, dan jamu-jamuan
      f.       Pakaian dan perhiasan
      g.      Tempat berlindung dan rumah
      h.      Alat-alt transport

3.      Sistem mata Pencaharian
System mata pencaharian tradisional. Perhatian para ahli antropologi terhadap berbagai macam system mata pencaharianatau system ekonomi hanya terbatas kepada system-sistem yang bersifat tradisional saja, terutama dalam rangka perhatian merekan terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik.

4.      Sistem Religi
a.       Perhatian Ilmu Antropologi terhadap Religi
Religi telah menjadi pokok penting dalam buku-buku para pengarang tulisan etnografi mengenai suku-suku bangsa ketika ilmu antropologi belum ada dan hanya merupakan suatu himpunan tulisan mengenai adat istiadat dari suku-suku bangsa di luar Eropa.
Masalah asal mula dari suatu unsur religi, artinya masalah penyebab manusia percaya adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi dari padanya.
b.      Unsur-Unsur Khusus dalam Sistem Religi
Suatu sistem religi dalam suatu kebudayaan selalu mempunyai cirri-ciri untuk sedapat mungkin memelihara emosi keagamaan itu diantara pengikutnya. Emosi keagamaan merupakan unsur penting dalam suatu religi bersama dengan sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, dan suatu umat yang menganut religi itu.

5.      Sistem Kemasyarakatan
a.       Unsure-unsur Khusus dalam Kemasyarakatan
Setiap kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan didalam lingkungan tempat individu hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial yang paling dekat adalah kesatuan kekerabatannya yaitu keluarga inti.

b.      Sistem Kekerabatan
Dalam masyarakat pengaruh industrialisasi sudah masuk mendalam, tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sektor kehidupan seseorang, biasanya mulai berkurang dan bersamaan dengan itu adat istiadat yang mengatur kehidupan kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor.

6.      Sistem Pengetahuan
a.     Perhatian Antropologi dalam Pengetahuan
Dalam suatu etnografi biasanya ada berbagai bahan keterangan mengenai pengetahuan biasanya meliputi pengetahuan mengenai teknologi, kepandaian suku-suku bangsa dan perhatian terhadap pengetahuan yang mencolok.
b.      Isi Sistem Pengetahuan
Tiap suku bangsa didunia biasanya mengetahui pengetahuan tentang
a.       Alam sekitarnya
b.      Alam flora didaerah tempat tinggalnya
c.       Alam fauna dalam tempat tinggalnya
d.      Zat-zat, bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya
e.       Tubuh manusia
f.       Sifat-sifat dan tingkah laku manusia
g.      Ruang dan waktu

I.         Kajian Etnografi
Etnografi berarti melukiskan atau menggambarkan kehidupan suatu masyarakat atau bangsa. Oleh karena itu :
1.     Pekerjaan antropolog dalam mendeskripsika dan menganalisis kebudayaan, yang tujuan utamanya adalah memahami pandangan ( pengetahuan ) dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari ( perilaku ) guna mendapatkan pandangan ‘ dunia “ masyarakat yang diteliti.
2.   Komponen penelitian yang fundamental dalam disiplin akademis antropologi ( buadaya ), sehingga etnografi merupakan tipe khas dalam antropologi
3.        Bentuk penelitian social-budaya yang bertipekan :
a.       Studi mendalam ( kualitatif ) tentang keragaman fenomena social-budaya suatu masyarakat
b.      Pengumpulan data primer dengan pedoman wawancara
c.       Penelitian pada satu atau beberapa kasus secara mendalam dan komparatif
d.      Analisis data melalui interpretasi fungsi dan makna dari pemikiran dan tindakan, yang menghasilkan deskripsi dan analisis secara verbal
Berdasarkan konsep dan sejarah etnografi, maka karya etnografi dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu meliputi etnografi : deskriptif/positivism, historis, simbolik/interpretif, structural, dan kini/kontemporer. Tipe-tipe karya etnografi biasanya ditulis berdasarkan atau berkaitan gengan paradigma dan teori yang dianut oleh antropologi dalam penelitian etnografinya.

J.       Etnogarafi Akulturasi budaya islam terhadap keberagaman masyarakat Kudus dalam diseminasi harmoni ajaran islam Sunan Kudus

Hadirnya ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat mengisyarat kepada bentukannya yang beraneka ragam. Keanekaragaman ini dibuktikan dengan perwujudan Islam di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa berdialog dan bersinergi terhadap budaya lokal yang telah mendahuluinya. Islam tidak menampilkan wajah antagonis untuk mengajara semua ajarannya kepada masyarakat luas“utamanya di Indonesia” sehingga secara realistis kehadirannya mewujud sebagai rahmat bagi alam semesta rahmatan lil ‘alamin.

Pemahaman atas dinamika budaya yang berkembang berdampingan dengan kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat dapat dikaji dari sudut pandang Antropologi. Kajian ini sepenuhnya mengajarkan kepada setiap pribadi bahwa manusia akan senantiasa berjalan di atas budaya-budaya umum yang mengiringi kehidupan mereka. Tidak dapat dinafikan pula bahwa eksistensi dari kehadiran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa secara otomatis bersinergi positif atas budaya Hindu dan Budha yang mengisi ruang-ruang keberagamaan masyarakat di zaman tersebut.

Berbekal pendekatan Antropologi Sejarah, kajian ini memberikan pemetaan bahwa akulturasi budaya dalam kehidupan masyarakat Jawa memberikan penjelasan atas wajah Islam yang harmonis dan bersinergi terhadap budaya lokal yang mengisi ruang dan waktu keberadaannya. Arsitektur peninggalan Sunan Kudus yang berbentuk Masjid Menara Kudus dengan bentuk akulturasi bangun Candi Bentar peninggalan Kerajaan Majapahit Jawa Timur membuktikan bahwa kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat Kudus bernilai harmonis dan akulturatif.

Dalam lintasan penyebaran agama Islam di tanah Jawa, Raden Dja’far Shodiq atau lebih dikenal dengan Sunan Kudus memiliki peranan yang cukup besar bagi keberislaman masyarakat. Kiprah Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam terlihat sangat jelas dari bukti peninggalan yang dibangunnya di salah satu kota Pulau Jawa tepatnya di Kota Kudus Jawa Tengah. Masjid al-Aqsha disebut juga Masjid Menara Kudus dengan bangunan menara menyerupai candi peninggalan agama Hindu-Budha beridiri tegak di samping bangunan masjid. Menara tersebut mengisyarat kepada akulturasi budaya pendahulu yang lebih awal mengisi ruang-ruang keagamaan dan keberagamaan masyarakat Jawa.

Penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa, utamanya di Kota Kudus diperankan oleh Walisongo Sembilan Wali dengan peran masing-masing pada wilayah singgahan atau kawasan dakwah mereka yaitu kawasan Pesisir Utara Pulau Jawa. Di masing-masing kawasan dakwah para Walisongo tersebut mereka dipertemukan dengan kondisi sosial-keagamaan masyarakat yang masing menganut kepercayaan-kepercayaan nenek moyang mereka, Hindu-Budha. Ismawati dalam M. Darori Amin, (ed.,) menjelaskan dalam catatan sejarah ditemukan “mutasi pertama” atau lebih tepatnya disebut indianisasi Subtema: Nusantara Islamic Civilization: Value, History, and Geography | 197 pada pertumbuhan budaya dan kepercayaan Jawa Hindu-Budha.486 Fakta ini sepenuhnya juga dicatat leh Slamet Muljana bahwa dari Piagam Canggal yang ditulis dalam Bahasa Sanskerta, bertarikh tahun Saka 654 atau tahun Masehi 732 menjelaskan bahwa Raja Sanjaya memeluk agama Siwa dan berkiblat ke India Selatan.487 Fenomena keagamaan masyarakat Jawa ini sepenuhnya menjabarkan hakikat dasar kehidupan masyarakat Jawa yang belum sama sekali mengenal ajaran Islam.

Menyikapi realitas kemunculan kepercayaan kuno masyarakat Jawa yang berasal dari India, Supratikno Rahardjo menjelaskan bahwa tidak ada keterangan yang jelas mengenai peranan orang India dalam kehidupan keagamaan di Jawa. Namun, satu hal cukup menjelaskan bahwa dalam upacaraupacara tertentu, khususnya yang berkaitan dengan pendirian bangunan suci, raja-raja Jawa Tengah menganggap menganggap penting untuk menghadirkan pendeta-pendeta dari India. Supratikno Rahardjo lebih lanjut menjelaskan sampai kapan para pendeta India menduduki peranan penting pada masa Jawa Tengah tidak diketahui, tetapi jika prasasti-prasasti berbahasa Saskerta dapat dijadikan dasar pijakan atas dasar alasan bahwa golongan ini lebih mengenal bahasanya sendiri, maka pertengahan abad ke-9 mungkin merupakan batas akhirnya.488

Pola kehidupan masyarakat Jawa Pra-Islam secara niscaya menghadirkan kondisi sosial-keagamaan masyarakatnya yang bernuansakan tradisi Hindu-Budha. Tidaklah mengherankan, Nur Said mencatat bahwa situasi masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam termasuk pula di daerah Kudus, kehidupannya banyak dipengaruhi oleh Sistem Kasta atau perbedaan golongan kelas, sehingga kehidupan masyarakat terpecah-pecah. Mereka yang termasuk golongan Kasta tinggi tidak diperbolehkan bergaul dengan golongan Kasta rendah. Setidaknya dalam catatan ini Nur Said mengemukakan ada 4 (empat) Kasta dalam golongan mereka, yaitu: (1) Brahmana, (2) Ksatria, (3) Waisay, dan (4) Sudra. Kasta Sudra merupakan Kasta yang paling rendah derajatnya. Golongan Kasta inilah yang sering menjadi korban penindasan dari golongan Kasta yang lebih tinggi. Sistem kehidupan sebagaimana tergambar mempersubur pranata sosial yang begitu diskriminatif, tidak ada suasana egalitarianisme.489
Munculnya beberapa golongan yang diakibatkan oleh indoktrinasi ajaran Hindu-Budha pada masyarakat Jawa Kuno menjadi sebagian sumber yang menegaskan kuatnya ajaran ini di tengah-tengah kehidupan masyarakat Jawa. Di masa Kerajaan Majapahit sebagaimana dicatat oleh Ismawati bahwa para agamawan senantiasa melaksanakan ritual kerajaan dengan baik dan menjaga candi-candi yang kebanyakan merupakan tempat pemujaan leluhur raja. Kraton merelakan hasil surplus dari tidak kurang 27 bidang tanah milik otonom (sima swatantra), antara lain di Kwak dekat Magelang, di Yogyakarta dan Ponorogo yang dianugerahkan kepada rohaniwan Agama Siva dan Budha untuk memohonkan kesejahteraan. Hal itu secara pasti belum terhitung dari tanah lain yang dinamakan tanah milik bebas (dharma lepas) untuk menjadi drwya hyang atau bwat hyang(pajak untuk dewata). Apabila di satu pihak para raja membebaskan tanah milik komunitas agamawan dari pajak, maka di pihak lain mereka memungut pajak dan menuntut kerja rodi dari semua warga desa lainnya yang langsung berada di bawah kekuasaannya. Keluarga raja tidak mungkin hidup tanpa adanya pajak kerajaan (drwya aji) dan tugas-tugas wajib untuk raja (gawai aji) yang mestinya tidak dikenakan pada sima.490

Tingginya intensitas keagamaan yang muncul dalam tradisi masyarakat Jawa Kuno tidak menjadikan proses akulturasi budaya Islam yang datang ke tengah-tengah kehidupan mereka menghadapi kesulitan signifian. Sebagaimana halnya Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, dan Sunan Muria,  mereka dikenal sebagai para Walisongo yang berkenan melakukan kompromisasi terhadap budaya Jawa dalam rangka melakukan penyebaran ajaran baru yang dibawa, yaitu agama Islam.491 Mengantisipasi munculnya penolakan masyarakat Jawa Kuno terhadap kedatangan agama baru di tengah-tengah mereka, para Walisongo melakukan akulturasi terhadap tradisi lama yang telah berjalan di masyarakat. Denys Lombard mencatat, sebenarnya banyak sekali kepercayaan kuno yang dilestarikan dan bahkan dihidupkan kembali oleh para Walisongo. Salah satu yang paling penting adalah wayang, yang menurut tradisi telah digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk menyebarkan kepercayaan baru. Sunan Giri juga dianggap sebagai penemu wayang gedog, yang mengkhususkan diri dalam kisah-kisah panji, dan Sunan Kudus menemukan wayang golek yang sebenarnya digunakan terutama untuk menampilkan ceritacerita dengan penekanan akan kesinambungan daripada perubahan di zamannya.492

Semangat akulturasi dengan usaha kompromisasi budaya Jawa Kuno dengan ajaran Islam yang baru datang menjadi gambaran umum penyebaran Islam oleh para Walisongo. Sunan Kudus, sebagai salah seorang wali yang termasuk dalam kalangan ini dengan daerah penyebaran Islam pada Kota Kudus mengusung semangat harmoni ajaran agama dalam rangka menangkal penolakan masyarakat yang masih menganut ajaran Hindu-Budha peninggalan para leluhurnya. Mas’udi mencatat bahwa sejarah pertumbuhan agama Islam di Kota Kudus merupakan salah satu unsur yang mengisi keberislaman masyarakat Jawa. Pertumbuhan agama Islam yang pesat dan harmoni masyarakat yang tercipta menunjukkan keramahan penyebaran agama Islam di wilayah Kota Kudus. Bukti lain yang dapat dianalisa sebagai kekuatan pertumbuhan agama Islam di wilayah Kudus adalah bangunan Masjid Menara Kudus yang telah dibangun pada abad ke-16 tepatnya tahun 1549 M.493 Menganalisis keramahan Kota Kudus dan penyebaran agama Islam di dalamnya, Denys Lombard mencatat kota ini yang namanya mengacu kepada al-Quds (nama Arab untuk Yerussalem), terutama merupakan kota keagamaan, kota suci, yang mempunyai mesjid besar lagi indah. Para pemimpin Kota Kudus ini–di dalamnya Sunan Kudus yang kondang–adalah guru-guru rohaniah yang membantu penguasa-penguasa Demak dalam usaha mereka menyiarkan agama Islam.494 Kerohaniawan Sunan Kudus dalam menjelaskan ajaran Islam kepada segenap masyarakat menguraikan kejeniusan dirinya untuk mengusung harmoni ajaran Islam terhadap budaya lokal yang telah mengakar lebih awal. Beberapa perspektif dari latar belakang yang telah terurai secara sistematis pada bagian latar belakang ini menjadi sumber utama langkah penelitian ini untuk mengkaji “ANTROPOLOGI WALISONGO (Akulturasi Budaya Islam terhadap Keberagamaan Masyarakat Kudus dalam Diseminasi Harmoni Ajaran Islam Sunan Kudus)”. Secara faktual, beberapa deskripsi yang telah mengemuka pada bagian latar belakang penelitian ini akan menjadi bahan pengantar untuk melihat secara mendalam indepth analysis atas usaha-usaha besar Sunan Kudus dalam rangka mengislamkan masyarakat Kudus berdasar kepada harmoni ajarannya.

BAB III
KESIMPULAN
A.      Kesimpulan
Berdasarkan makalah diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Etnografi adalah ilmu yang menggambarkan atau menganalisis kehidupan suatu masyarakat atau bangsa yang di lihat dari beberapa unsure-unsur budayanya secara geologi dan geomorfologi.
Etnografi adalah merupakan bidang ilmu yang merangkul semua informasi yang melekap pada suku bangsa serta masyarakat itu sendiri. Etnografi tidak dapat di pisahkan dengan Antropologi, Kebudayaan dan Adat Istiadat. Sebab Antropologi, Kebudayaan dan Adat Istiadat merupakan yang tidak terpisahkan dalam ciri khas atau bentuk suku bangsa serta masyarakat yang ada di dalamnya. Sehingga Etnografi itu sendiri menjelaskan tentang Antropologi, Kebudayaan dan Adat Istiadat.
B.       Saran
Berkaitan dengan kesimpulan di atas, ada suatu makna yang terkandung di dalamnya yang harus kita maknai, sehingga di sarankan agar dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar memperhatikan aturan-aturan yang melekat dalam masyarakat itu sendiri atau taat kepada undang-undang dalam berbangsa dan bernegara.



DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, Heddy Sahri 1993 “ Antropologi Koentjaraningrat : Sebuah Tafsir Epistemologis “, dalam EKM.Manisambow (ed), Koentjaraningrat dan Antropologi Di Indonesia. Jakarta: AAI dan Yayasan Obor

Budisantosa, 1991“ Corak Kebudayaan Indonesia “.Studi Indonesia

Koentjaraningrat, 1993“ Pendahuluan”, dalam Koentjaraningrat,(ed.), Masyarakat Terasing di Indonesia. Jakarta: Gramedia

R. Naroll, On Ethnic Unit Clasification, Current Anthropology. V, 1964

Buku karangan Koentjaraningrat

Etnografi komunikasi dan register oleh: dwi purnanto:
http://dwipur_sastra.staff.uns.ac.id/2009/06/03/etnografi-komunikasi-dan-register/.

Burhan Bungin, 2007, Analisis Data Penelitian Komunikasi, Grafindo Persada, Jakarta

Dr.Deddy Mulyana, Metodologi penelitian kulitatif, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung 2001.

Sailal Arimi, Sosiolinguistik II
http:// www. google.co.id/search?q=istilah+etnografi&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-us:official&client=firefox-a

http://teguhimanprasetya.wordpress.com/2008/09/25/etnografi-dan-folklore-antro/

Komentar

Postingan Populer